Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman, saat bertemu Presiden AS Donald Trump di Gedung Putin (REUTERS/Jonathan Ernst)
DUNIA, SEKADAU NEWS - Seperti dilansir AFP, Jumat (23/3/2018), dikonfirmasikan oleh Departemen Luar Negeri AS bahwa otoritas AS telah memberi lampu hijau untuk sejumlah kontrak militer dengan Saudi. Disetujuinya kontrak pertahanan ini diumumkan pada Kamis (22/3) waktu setempat.
Bahwa Amerika Serikat (AS) resmi menyetujui kontrak pertahanan dengan Arab Saudi senilai lebih dari US$ 1 miliar saat putra mahkota Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman, mengunjungi AS.
Kontrak militer itu terdiri atas kesepakatan rudal antitank senilai US$ 670 juta (Rp 9 triliun), kontrak perawatan helikopter senilai US$ 106 juta (Rp 1,4 triliun) dan kontrak suku cadang kendaraan militer di darat senilai US$ 300 juta (Rp 4 triliun). Totalnya mencapai US$ 1,076 miliar (Rp 14,6 triliun).
Kontrak terbesar mencakup pembelian 6.600 rudal antitank jenis TOW 2B yang merupakan buatan raksasa kontraktor pertahanan AS, Raytheon. Kontrak terbesar kedua mengatur pembelian suku cadang dan perawatan untuk tank-tank Abram buatan AS, kendaraan tempur Bradley, kendaraan lapis baja LAV, artileri khusus untuk target yang ada di ketinggian dan kendaraan Humvee yang dipakai Angkatan Darat Saudi.
Kontrak terakhir mencakup perawatan untuk helikopter serang jenis AH-64D Apache dan AH-64E Apache, helikopter militer kenis UK-60L Black Hawk dan helikopter jenis Schweizer and Bell milik militer Saudi.
Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS mengatakan, kesepakatan sudah dalam proses sejak Presiden AS Donald Trump mengumumkan potensi kontrak-kontrak baru senilai lebih dari US$ 100 miliar saat berkunjung ke Riyadh, Saudi, tahun lalu.
"Pengajuan penjualan ini akan mendukung kebijakan luar negeri AS dan tujuan-tujuan keamanan nasional dengan meningkatkan keamanan negara sahabat," sebut Badan Kerja Sama Keamanan Pertamanan (DSCA) dalam pernyataannya.
Negara-negara Barat berada di bawah tekanan dari banyak pihak, termasuk sejumlah anggota parlemen AS, yang menyerukan penghentian atau pembatasan penjualan senjata ke Saudi. Seruan ini dikaitkan dengan keterlibatan militer Saudi dalam konflik Yaman yang memicu krisis kemanusiaan. Namun AS juga Inggris dan Prancis terus memburu kesepakatan menguntungkan untuk menyediakan dan mendukung persenjataan militer Saudi.
Sesuai prosedur, Kongres AS sebenarnya masih bisa memblokir kesepakatan yang telah tercapai ini. Namun pada Selasa (20/3) lalu, Senat AS menolak untuk meloloskan rancangan undang-undang soal penghentian dukungan AS untuk intervensi Saudi di Yaman.
Kesepakatan kontrak pertahanan ini diumumkan saat Pangeran Mohammed bin Salam sedang melakukan kunjungan selama 3 minggu di AS. Pada awal kedatangannya, sang putra mahkota Saudi itu telah berkunjung ke Gedung Putih dan bertemu Trump.(nvc/ita)