Pesawat tak berawak atau drone atau UAV militer.
BISNIS, SEKADAU NEWS - Negara-negara ASEAN menjadi area ‘pertempuran’ China dengan Amerika Serikat dan Israel dalam hal penjualan pesawat tak berawak atau drone atau UAV militer.
Mengutip situs Reuters, Kamis, 8 Februari 2018, harga drone China merek Win Loong hanya dibanderol US$5 juta (Rp67 miliar) per unit, jauh lebih murah ketimbang Reaper MQ-9 milik AS-Israel yang senilai US$100 juta (Rp1,34 triliun) per unit.
Negeri Tirai Bambu ini pun mengincar sejumlah negara seperti Indonesia, Malaysia, Filipina dan Myanmar.
Menurut pengamat militer dari Jane’s IHS Markit, Ben Moores, China memang belum mengambil pangsa pasar pembuat drone AS dan Israel.
“Tapi itu strategi mereka. China hanya menjual drone kepada (calon) pelanggan yang tidak mampu membeli produk Amerika dan Israel,”
ungkap Moores.
Ia pun memprediksi China fokus membidik tiga negara utama di Asia Tenggara. Ketiganya adalah Malaysia, Indonesia dan Filipina.
“Militer Filipina dan Malaysia sudah melihat- lihat dan mereka tertarik. Sedangkan Malaysia d an Indonesia masing-masing berpotensi membeli 24 dan 20 unit Win Loong,” paparnya.
Kendati demikian, ada kekurangan dari drone milik China daripada AS-Israel. Moores menegaskan drone China belum teruji di medan perang sesungguhnya.
Berbeda dengan Reaper MQ-9 yang sudah memiliki lima juta jam terbang seperti Timur Tengah dan Afrika.
“Jam terbang drone kami lebih banyak dari semua gabungan drone di dunia. Kami memiliki rekam jejak selama 40 tahun dengan 70 rekanan di 55 negara. Pengalaman yang berbicara. Nah, kalau mereka (drone China)?” kata Wakil Direktur Utama Bidang Sales dan Marketing Aeronautics, Dany Eshchar, seraya
menyindir.
Pada pertengahan 2017, Kementerian Pertahanan Indonesia memastikan akan memperkuat pertahanan udaranya dengan membeli alutsista jet tempur Sukhoi Su-35 Rusia dan drone bersenjata milik China.
Pesawat tak berawak atau drone atau UAV militer.
Khusus rencana pembelian drone atau pesawat nirawak, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menjelaskan pemerintah sedang mencari drone yang berkualitas dan biaya terjangkau serta kemampuan transfer teknologi yang memadai bagi kemandirian industri pertahanan Indonesia. (viva)
Editor: Yakop
BISNIS, SEKADAU NEWS - Negara-negara ASEAN menjadi area ‘pertempuran’ China dengan Amerika Serikat dan Israel dalam hal penjualan pesawat tak berawak atau drone atau UAV militer.
Mengutip situs Reuters, Kamis, 8 Februari 2018, harga drone China merek Win Loong hanya dibanderol US$5 juta (Rp67 miliar) per unit, jauh lebih murah ketimbang Reaper MQ-9 milik AS-Israel yang senilai US$100 juta (Rp1,34 triliun) per unit.
Negeri Tirai Bambu ini pun mengincar sejumlah negara seperti Indonesia, Malaysia, Filipina dan Myanmar.
Menurut pengamat militer dari Jane’s IHS Markit, Ben Moores, China memang belum mengambil pangsa pasar pembuat drone AS dan Israel.
“Tapi itu strategi mereka. China hanya menjual drone kepada (calon) pelanggan yang tidak mampu membeli produk Amerika dan Israel,”
ungkap Moores.
Ia pun memprediksi China fokus membidik tiga negara utama di Asia Tenggara. Ketiganya adalah Malaysia, Indonesia dan Filipina.
“Militer Filipina dan Malaysia sudah melihat- lihat dan mereka tertarik. Sedangkan Malaysia d an Indonesia masing-masing berpotensi membeli 24 dan 20 unit Win Loong,” paparnya.
Kendati demikian, ada kekurangan dari drone milik China daripada AS-Israel. Moores menegaskan drone China belum teruji di medan perang sesungguhnya.
Berbeda dengan Reaper MQ-9 yang sudah memiliki lima juta jam terbang seperti Timur Tengah dan Afrika.
“Jam terbang drone kami lebih banyak dari semua gabungan drone di dunia. Kami memiliki rekam jejak selama 40 tahun dengan 70 rekanan di 55 negara. Pengalaman yang berbicara. Nah, kalau mereka (drone China)?” kata Wakil Direktur Utama Bidang Sales dan Marketing Aeronautics, Dany Eshchar, seraya
menyindir.
Pada pertengahan 2017, Kementerian Pertahanan Indonesia memastikan akan memperkuat pertahanan udaranya dengan membeli alutsista jet tempur Sukhoi Su-35 Rusia dan drone bersenjata milik China.
Pesawat tak berawak atau drone atau UAV militer.
Khusus rencana pembelian drone atau pesawat nirawak, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menjelaskan pemerintah sedang mencari drone yang berkualitas dan biaya terjangkau serta kemampuan transfer teknologi yang memadai bagi kemandirian industri pertahanan Indonesia. (viva)
Editor: Yakop